SATUBERITA.CO.ID – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menduga adanya tindakan pedagangan orang dalam penyekapan terhadap 53 Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Shonoukvile, Kamboja.
Deputi Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA Ratna Susianawati mengatakan bahwa pihaknya pernah melakukan koordinasi dengan Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia, Kementerian Luar Negeri dan Direktorat Tindak Pidana Umum, serta Bareskrim Polri dalam mengungkap kasus tersebut.
Ratna mengungkapkan, informasi kronologi kasus itu berawal dari para korban tergiur dengan informasi lowongan pekerjaan via media sosial. Pekerjaan yang ditawarkan buat bekerja di Kamboja sebagai operator, call center, dan bagian keuangan marketing dengan iming-iming gaji sebesar US$ 1.000-1.500 atau sekitar Rp 15 juta hingga Rp 22,5 juta.
Namun, tengah sampai di Kamboja, korban tidak memperoleh sesuai yang dijanjikan pada kali perekrutan. Puluhan WNI itu justru dipekerjakan sebagai operator buat melakukan penipuan dengan modus investasi bodong. Lokasi penempatan kerja juga tidak sesuai dengan kesepakatan.
Baca Juga:
60 WNI Disekap di Kamboja, NasDem Desak Pemerintah Indonesia Segera Lakukan Upaya Pembebasan
Bahkan, sesampainya di Kamboja, paspor para korban diambil oleh agen yang menawarkan pekerjaan.
Semasa bekerja, para korban mengalami berbagai macam kekerasan dan eksploitasi, salah satunya gaji yang dibayarkan tidak sesuai dengan kesepakatan. Mereka justru harus membayar sebesar US$ 3.000 – 4.000 atau sekitar Rp 45 juta hingga Rp 60 juta kepada agen apabila mau dipulangkan, serta diancam akan dijual ke perusahaan lain apabila tidak memenuhi target perusahaan.
Para korban juga tidak memiliki kebebasan buat berinteraksi dengan dunia luar karena ketatnya penjagaan dan pelarangan keluar gedung tempat bekerja. Fasilitas dan makanan yang diberikan tidak layak, di mana para korban tidur dengan beralaskan matras di dalam kamar yang diisi hingga 14 orang.
“Sehabis ditelusuri, modus pemberangkatan yang dilakukan oleh pelaku secara unprocedural atau tidak sesuai dengan prosedur menggunakan agensi perseorangan di Indonesia. Hingga kali ini, telah dilakukan penanganan pada kasus ini, Direktur Intelejen Keimigrasian pernah berkoordinasi dengan KBRI di Kamboja dan aparat setempat buat melakukan penjemputan pada 53 orang PMI,” kata Ratna dalam keterangan tertulisnya, Minggu (31/7/2022).
Ratna menegaskan, seandainya terbukti adanya indikasi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), kemudian proses pemulangan, rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, hingga reintegrasi sosial akan dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Baca Juga:
Puluhan WNI Disekap, Dipaksa jadi Penipu Investasi Saham
“Namun, apabila tidak adanya indikasi TPPO, artinya para korban merupakan undocumented PMI. Lalu kami akan berkoordinasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan terkait treatment dan tindak lanjut apa sajakah yang diperlukan, termasuk berkoordinasi dengan K/L terkait perihal pendampingan yang dibutuhkan,” ucap Ratna.